Laut China
Selatan merupakan laut tepi yang memiliki luas sekitar 3.500.000 km² dengan
potensi kandungan sumber daya alam yang berlimpah. Selain itu, Laut China
Selatan merupakan wilayah yang strategis yang menjadi jalur perdagangan
internasional baik untuk kapal dagang maupun kapal militer. Jalur ini dikenal
juga sebagai maritime superhighway karena menjadi salah satu jalur pelayaran
tersibuk di dunia (South China Sea, 2015). Potensi yang dimiliki wilayah
tersebut telah menimbulkan berbagai konflik yang melibatkan beberapa negara
khususnya China. Dalam sengekata tersebut, China merupakan salah satu negara
yang paling agresif dalam mengklaim kepemilikan sebagian wilayah Laut China
Selatan. Hal itu terlihat dari awal mula sengketa tersebut yang dimulai pada
tahun 1946 ketika China mulai mengklaim bahwa Kepulauan Spartly merupakan
bagian dari provinsi Guangdong (China versus Vietnam: An Analysis of the
Competing Claims, 2014).
Potensi yang dimiliki wilayah
tersebut telah menimbulkan berbagai konflik yang melibatkan beberapa negara
khususnya China. Dalam sengekata tersebut, China merupakan salah satu negara
yang paling agresif dalam mengklaim kepemilikan sebagian wilayah Laut China
Selatan. Hal itu terlihat dari awal mula sengketa tersebut yang dimulai pada
tahun 1946 ketika China mulai mengklaim bahwa Kepulauan Spartly merupakan
bagian dari provinsi Guangdong. Pada tahun 1947, China menciptakan garis
demakrasi atau yang disebut 9 garis putus-putus (nine-dashed lines) yang
melingkupi seluruh Laut China Selatan. Semua wilayah yang berada di dalam garis
putus-putus tersebut diklaim China sebagai wilayahnya. Klaim China terhadap
sebagai wilayah tersebut didasarkan atas hak historis. Mereka berpendapat bahwa
sejak masa lampau bangsa merekalah yang telah menguasai dan memanfaatkan kedua
pulau tersebut.
Konflik Laut China Selatan telah
memengaruhi situasi di regional khususnya Indonesia yang mempunyai kedekatan
wilayah geografis dengan Laut China Selatan. Walaupun secara formal menyatakan
dirinya bukan sebagai negara pengklaim, namun Indonesia tetap mempunyai
kepentingan di Laut China Selatan mengingat potensi ancaman yang ditimbulkan
dari konflik tersebut. Pertama dari sisi kedaulatan, sebenarrnya sebagian
wilayah ZEE Indonesia yaitu perairan Natuna masuk dalam klaim China. Hal itu
terlihat pada tahun 1993 dalam Workshop on Managing Potential Conflicts in the
South China Sea dimana perairan Natuna masuk kedalam wilayah yang diklaim oleh
China.
Konflik tersebut membuktikan bahwa
wilayah laut merupakan wilayah yang rumit dan menimbulkan banyak permasalahan
dalam pengukuran batas wilayahnya.
Oleh karena itu, terdapat United Nation Convention Of The Law Of The Sea tahun
1958 yang kemudian diubah pada tahun 1982 atau lebih dikenal dengan istilah
UNCLOS 1982 yang mengatur secara tersendiri wilayah laut dan pemanfaatannya
(United Nations Convention on the Law of the Sea). Terkait dengan hal tersebut,
Indonesia sebenarnya mempunyai hak penuh atas Pulau Natuna. Hal tersebut terbukti
bahwa pulau-pulau terluar pada gugusan Kepulauan Natuna jadi titik dasar
terluar wilayah Indonesia yang telah ditetapkan dalam Deklarasi Juanda 1957 dan
didaftarkan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2009 sesuai Konvensi Hukum Laut
Internasional Tahun 1982 atau United Nations Convention on the Law of the Sea
(UNCLOS) (CNN Indonesia, 2016).
Hak Berdaulat Indonesia atas pulau
Indonesia juga didukung dengan bukti bahwa Indonesia menjadi negara ke-26 yang
telah meratifikasi UNCLOS 1982 sejak tahun 1986. Indonesia juga mendukung
UNCLOS 1982 dengen membuat dan disahkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985
tentang Pengesahan UNCLOS 1982, yang didalamnya menyatakan bahwa Indonesia
adalah kepulauan nusantara secara geografis merupakan negara kepulauan terbesar
di dunia dengan memiliki luas laut sebesar 5.8 juta km² yang terdiri dari laut
teritorial dengan luas 0.8 juta km², laut nusantara 2.3 juta km² dan ZEE 2.7
juta km², serta memiliki pulau sebanyak 17.480 pulau dan garis pantai 95.181 km
(Kementrian Luar Negeri, 2000).
Atas dasar tersebut Indonesia mempunyai Hak Berdaulat atau Sovereign Right atas
Pulau Natuna. Hak berdaulat Indonesia terletak pada Zona Ekonomi Eksklusif
(ZEE) dan Landas Kontinen. ZEE adalah kawasan yang berjarak 200 mil dari pulau
terluar. Di kawasan ZEE ini, Indonesia berhak untuk memanfaatkan segala potensi
sumber daya alam yang ada, termasuk ikan.
References
China versus Vietnam: An Analysis of
the Competing Claims. Pedrozo, Raul (Pete). 2014. s.l. : A CNA Occasional Paper
, 2014.
CNN Indonesia. 2016. CNN Indonesia.
Indonesia dan China di Pusaran Laut China Selatan. [Online] 06 04, 2016.
[Cited: 04 05, 2017.]
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160624092606-75-140606/indonesia-dan-china-di-pusaran-laut-china-selatan.
Kementrian Luar Negeri. 2000.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA. 2000.
Kepentingan China dan Posisi ASEAN
di Laut China Selatan. Muhamad, Simela. 2012. 2012, pp. 5-8.
Kompas. 2016. Laut China Selatan,
Perairan Menggiurkan Sumber Sengketa 6 Negara. kompas. [Online] july 13, 2016.
[Cited: april 23, 2017.]
http://internasional.kompas.com/read/2016/07/13/17401251/laut.china.selatan.perairan.menggiurkan.sumber.sengketa.6.negara?page=all.
South China Sea. 2015. South China
Sea. [Online] 2015. [Cited: 04 05, 2018.] http://www.southchinasea.org/why-a-south-china-sea-website-an-introductory-essay/.
United Nations Convention on the Law
of the Sea. UNCLOS.